Jambi — Jambiekspose. Pemerintah Indonesia telah melakukan upaya yang signifikan untuk meningkatkan program perlindungan anak.
Hal ini ditandai dengan dibuka secara resmi oleh Kabid pengendalian penduduk dan KB Dinas DP3AP2 Provinsi Jambi, Irzan Selasa(26/09) Hotel Odua.
Turut mendampingi Kabid lingkungan berkebutuhan khusus, ramatani, Bappenas Koordinator fasilitator, Yossi, Kabid PA Provinsi Jambi, Linda Dewi.
Dikatakan Irzan, dinamika pembangunan dibidang ekonomi yang dipercepat dengan adanya globalisasi dan kemajuan teknologi informasi ternyata menimbulkan fenomena sosial.
“fenomena sosial yang serius dan sangat mengkhawatirkan adalah anak-anak remaja mulai menjadi sasaran pengkaderan kelompok radikal,” ujarnya.
Sistem perlindungan anak(SPA) fokus pada setiap elemen yang saling berinteraksi dimana setiap elemen diarahkan oleh komponen sistem yaitu norma, struktur dan proses.
“para pemangku kepentingan termasuk komponen masyarakat sipil sangat perlu memahami dan mengimplementasikan SPA dalam menjalankan program secara optimal untuk mewujudkan Kabupaten kota layak anak, “terangnya.
Mengingat amanah UU dan memperhatikan fenomena sosial serta kondisi saat ini Dinas DP3AP2 Provinsi Jambi melaksanakan sistem perlindungan anak dengan tujuan pertama, sebagai strategi dalam penguatan SPA Indonesia, kedua, terwujudnya koordinasi dan sinkronisasi penyelenggaraan perlindungan anak di provinsi Kabupaten kota, ketiga, percepatan penguatan sistem perlindungan anak secara integral dan holistik dalam pembangunan perlindungan anak.
“perlindungan anak berarti perlindungan dari kekerasan, pelecehan dan eksploitasi,”imbuhnya.
Jadi perlindungan anak ditujukan untuk penghormatan, perlindungan dan pemajuan hak setiap anak untuk tidak menjadi korban bagi dirinya.
Yang menjadi tanggung jawab atas perlindungan anak, orang tua, komunitas(masyarakat) dan negara.
Sementara itu ditambah martani, Berdasarkan survey Kemen PPPA pada 2013 menunjukkan bahwa pada kelompok umur 18-24 tahun, menunjukkan 1 dari 2 laki-laki dan 1 dari 6 perempuan setidaknya mengalami salah satu pengalaman kekerasan seksual, fisik atau emosional sebelum berumur 18 tahun.
Pada kelompok umur 13-17 tahun, menunjukkan bahwa tidak lebih dari 30 persen anak laki-laki maupun perempuan yang melaporkan mengalami paling tidak salah satu jenis kekerasan atau lebih (fisik, seksual, dan emosional).
Penulis : Inro
Editor : k20