Jambi — Jambiekspose.com. Konflik satwa dan manusia di daerah kabupaten sering terjadi dan memakan korban baik korban jiwa dari masyarakat sekitar hutan, juga kematian satwa yang diakibatkan racun maupun diburu.
Dalam rangka penanggulangan konflik antara manusia dengan gajah liar perlu adanya aparatur pemerintah, aparatur pemerintah daerah, Sumber Daya Manusia BUMN/BUMD/BUMS, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Masyarakat yang berkompeten.
Hal ini ditandai dengan dibukanya secara resmi oleh Direktur Bina Pengelolaan Ekosistem Essensial (BPEE), Ir. Tandya Tjahjana, MSi mewakili Dirjen KSDAE Kamis(13/09/2018) Hotel Odua Weston Jambi.
Turut mendampingi Drh. Indra, Exploitasi, Amiridin, Asisten I mewakili Bupati Tebo, Parlamangan, SP Kepala DLH Batanghari, Drs. H. Sahwan, Staf Ahli Sarolangun mewakili Bupati sarolangun, Kepala Balai BKSDA Provinsi Jambi, Rahmad Saleh.
Dikatakan Tandya Tjahjana, peningkatan populasi satwa prioritas belum sepenuhnya berhasil dilakukan, hal ini ditunjukkan bahwa spesies satwa yang dilindungi berada dalam kondisi terancam semakin meningkat.
“salah satu populasi gajah, habitat yang terfragmentasi serta menurunnya daya dukung habitat, disebabkan oleh daerah memperburuk kondisi satwa di habitatnya, “jelasnya.
Gajah Sumatera termasuk dalam satwa dilindungi menurut UU nomor 5 tahun 1990, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem dan diatur dalam peraturan pemerintah, nomor 7 tahun 1999, pengawetan tumbuhan dan satwa serta Permen LHK Nomor 20 tahun 2018, jenis tumbuhan dan satwa dilindungi.
Keberadaan gajah Sumatera berada di bukit tigapuluh salah satu habitat terbesar tepatnya berada di wilayah Provinsi Jambi.
“Tempat tinggal gajah Sumatera itu terbagi-bagi atas penggunaan hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi, dan areal penggunaan lain, “terangnya.
Saat ini terdapat kelompok gajah yang terpisah dari kelompoknya, 4(empat) ekor gajah jantan muda mengalami dispersal, dikeluarkan dari kelompoknya dan 1(satu) ekor gajah betina yang sering keluar dari habitatnya, karena terjadinya irisan ruang dan sumber pakan sehingga sangat dikhawatirkan keselamatan baik gajah maupun manusia.
Untuk itu maka perlu dilakukan upaya penanggulangan yang segera jangka pendek terhadap keempat ekor gajah jantan, salah satunya melalui translokasi ke habitat lain, hutan harapan REKI.
Ditambahkan oleh Rahmad Saleh, tujuan Workshop Penanggulangan Konflik Satwa Dan Rencana Translokasi Gajah Sumatera di provinsi Jambi, mencari solusi penanggulangan konflik gajah di lanskap bukit tigapuluh, membahas rencana translokasi 5 ekor gajah di lanskap bukit tigapuluh.
“populasi gajah di Provinsi Jambi di Kabupaten Tebo ada sebanyak 143 ekor yang terbagi menjadi 8 kelompok, Kabupaten Sarolangun sebanyak 7 ekor dibagi menjadi 2 kelompok yang dijadikan satu, kemudian Kabupaten Kerinci ada sebanyak 38 ekor dan saat ini belum ada data kelompok, “jelasnya.
Bagi BKSDA dari data paling sering terjadi konflik dengan gajah untuk Provinsi Jambi ada berada di wilayah Kabupaten Tebo ada sebanyak 10 kasus.
Bagi BKSDA Provinsi Jambi mempunyai Rencana kerja tahun 2019 mendatang, menyusun masterplan pengelolaan alamiah habitat gajah bersama stakeholder, Adakan patroli rutin satwa liar bersama mitra dan masyarakat.
Peserta 69 orang terdiri dari Ditjen KSDAE, Ditjen PHPL, Biro Humas KLHK, OPD Provinsi Jambi, Balai desa KSDA taman nasional, KPHP, universitas, swasta, LSM, forum konservasi, media.(Inro)